Sabtu, 28 Januari 2012

Donna (pt 8)

Dan sekarang dia sudah berada di istana, di kamarnya tepatnya. Dia tersungkur begitu keluar dari cermin di kamarnya. Betapa ia ingin menangis pada saat itu juga. Namun apabila begitu berapa banyak waktu yang akan habis? pikirnya, dia harus memberikan obat itu pada ayahnya. Maka ia pun berlari dengan kencang sepanjang lorong menuju kamar raja. Membuka pintu dengan satu dorongan keras.
"Ayah!!!"
"Donna" seru sang Ratu. "Kemana saja kau dua hari ini nak??"
Sang raja belum sadar rupaanya.
"Aku mencari obat untuk ayah bu"
Dengan cepat Donna menuangkan obat itu ke sendok, dan menyuapkannya. Sungguh ajaib! Obat itu bereaksi amat cepat. Sang raja terbatuk. Raja terus batuk dan muntah.
"Panggilkan dokter bu!" Kata Donna.
"I...iya nak" sang Ratu keluar.

Pada saat itu batuk raja mereda, dan berhenti. Ayahnya berbaring lagi, namun sudah membuka matanya. Dia sudah sadar walaupun masih agak lemah, Donna menangis, di samping ranjang ayahnya. Ratu datang dgn membawa dokter, dia tercengang melihat Raja yang sudah sadar. "Yang Muliaaa" sambil menghampiri Donna yg sedang menangis.

Setelah diperiksa ulang, Raja dinyatakan telah sembuh total. Betapa bahagianya Donna.

Namun dibalik kebahagiannya itu, sebenarnya masih ada kehampaan di dalam hatinya.
Hari, minggu, dan bulan berlalu, namun Donna masih merasakan kehampaan dalam dirinya.
"Mungkin ini yg dinamakan patah hati" Donna membatin.


Ooooooooooo


Disamping itu kehidupan Donna membaik, dia menjadi ramah, dan murah senyum. Sekarang semua orang menyukai dia. Dia pun bahagia akan itu.
Tepat dua bulan setelah kesembuhan ayahnya, Cheery pulang dengan Mark. Kataya mau meminta izin atas pernikahannya. "Yang muliaaaaa" jeritnya
"Cherr!!! Kau pulang juga rupanya, hampir saja ku bilang kau sudah mati pada orangtuamu" katanya. "Kau jangan memanggil aku yang mulia lagi"
"Haha, benarkah? Kurasa memang akan lebih baik kalau aku memanggilmu Donna. Ya Tuhan, tak kusangka aku akan menikah!" Jeritnya.
"Aku jugaa" Wajah Donna memerah, sudah lama ia tidak seriang itu. Mereka berbincang-bincang seperti kawan lama.
"Ngomong-ngomong, kau kesini dengan siapa saja?" Tanya Donna.
"Aku, dan Mark. Saja kenapa?"
"Ah, tidak. Tidak apa-apa" katanya. Air mukanya berubah murung.
"George bilang dia mau menyusul, tapi entahlah" lanjut Cherry.
"George mau kesini??" Tanya Donna semangat. Cherry menatap nakal. "Sungguh aku baru pertama kali melihatmu begini Don" Donna tersipu.

Hari sudah agak gelap, Donna sendiri di kamar, lalu ada surat menyelip dibawah pintunya. Donna membuka pintu, dan tak ada orang yang muncul. Iapun masuk lagi.
Isi surat itu : "Temui aku di halamanmu, -George-"
Donna tersenyum bahagia. Dan segera berberes-beres. Dia akan bertemu George.
Halaman sudah gelap, Donna membawa sebuah lampu tangan untuk menerangi jalannya. Disana dia disambut sosok yang familier dengannya. Donna memandang dengan senyum sumringah. “George?”
Donna mendekat, dan sosok itu diam disana.
"Kau datang George?" Donna tersenyum.
"Maafkan aku, kurasa aku membuatmu sedikt lama menunggu pasti?" Jawab George, dengan senyuman yang juga tidak dapat disembunyikan oleh gelapnya malam.
George bertelut, meraih tangan Donna. mengeluarkan kotak merah dari sakunya, dan membukanya. Sebuah cincin berlian didalamnya.
"Yang Mulia, Putri Donna ... Mau kah kau menjadi istri ku?"
Donna tak berkata apa-apa selain mengangguk. George bangkit berdiri dan memeluknya dengan erat
"Terimakasih" katanya,

-tamat-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar