Tanpa ba bi bu,
Donna segera angkat kaki pulang ke istana sambil memikirkan kata" si nenek
untuk pergi ke tempat di gulungan peta. Tetapi karena melamun dia tidak melihat
jalan, sehingga dia dan kudanya terperosok kedalam kubangan, saat dia mencoba
untuk bangun ada tangan yang diulurkan kepadanya. Sambil jengkel Donna
menyambut tangan tersebut, dia mendongak melihat siapa orang yg hendak
membantunya itu? Donna terkesima saat itu juga.
Pria yang amat
tampan, kulitnya kecoklatan dengan garis wajah yg keras namun sangat serasi
dengan matanya yang dalam. Donna terperangah
"Mau sampai
kapan kau duduk disana cantik?"
"Ah, i..iya
akuu.. mmm... Sudahlah, lupakan" meraih tangan pemuda itu dan bangkit
berdiri. "Terimakasih!" lanjut Donna, sambil tersenyum kikuk. Dia
dapat merasakan wajahnya yang merah padam. Antara malu dan gugup. Baru sekali
dia merasa segugup ini.
"Tak apa, kau
terluka? Ahh, kau terluka rupanya" melihat lecet & sobek di sekujur
tubuh dan pakaian Donna. "Ikut aku! Aku akan mengobatimu"
Tetapi tiba-tiba
Donna sadar "Tunggu dulu!! Kau mau bawa aku kemana? Aku harus pulang
sekarang juga. Karena Ayahku sedang
membutuhkanku!!" Ternyata Donna tak melupakan tugasnya dari si
nenek di kebun buah untuk pergi ke tempat apalah sebutannya itu. Penyihir
mungkin.
Si pemuda hanya diam
menatap reaksi Donna. "Kau terluka dan harus diobati. Setelah itu aku akan
mengantarmu pulang ke rumahmu dimanapun itu"
Tangan Donna
ditarik, lebih tepatnya, pemuda itu memapah Donna dengan hati-hati. Ke sebuah
gubuk kecil ditepi jalan. Begitu sampai disana. Si Pemuda segera mengambil
kotak dari sebuah lemari disudut ruangan. Suasana kikuk diantara mereka begitu terasa.
"Namaku Mark..
Kau?"
"Donna, ehm
Putri Donna"
Mark berhenti,
mengerjapkaan matanya menatap Donna "Kau pasti bercanda.. Yang mulia putri
Donna! Kaukah itu yang mulia?" Mark bertelut dan mengecup tangan Donna.
"Seharusnya kau
tau siapa aku dari tadi!! Beraninya kau membawaku ketempat kumuh ini!!"
Donna tak mengerti kenapa ucapannya begitu kasar.
"Maafkan hamba
yang mulia, tapi kau tidak ada pilihan lain selain ini. Atau kau tetap di
jalanan sana
bersama kudamu & terluka" jawab Mark
Donna tak bisa menjawab
apa"lagi. Mark mulai membersihkan dan membalut luka-lukanya. Dengan
seksama. Donna diam saja sambil memperhatikan, kadang mendesis menahan perih
ketika Mark mengusap lukanya dengan handuk.
Mark telah selesai
mengobati, "Kita kerumahmu.. Err, maksudku Istanamu sekarang yang
mulia?" Mark membukakan pintu. Donna berjalan keluar.
"Biar, aku akan
pulang sendiri, aku buru-buru"
Donna hendak menaiki
kudanya yg diikat di tiang pintu gubuk. Mark menghentikannya.
"Aku sudah
bilang kalau aku yg akan mengantarmu tuan putri. Aku bertanggung jawab atas
keselamatanmu" Mark berkeras Menatap dalam mata Donna.
Mark naik ke atas
kuda. Menarik Donna untuk naik ke atas kuda, dan duduk dibelakangnya.
"Kau
siap??" Tanyanya. "Err, Iya!" Donna berpegangan ke pinggang
Mark.
Mereka mulai melaju,
dan akhirnya sampai di istana. Grand menyambut seperti biasa. Namun wajahnya
agak heran melihat Mark.
Donna turun dari
kudanya. "Yang mulia dari mana saja? Pergi dari pagi subuh dan baru
kembali? dan...ehhemm.." Grand melirik ke arah Mark
"Ceritanya
panjang Grand, bagaimana keadaan ayah? Aku harus bertemu ayah sekarang"
Donna berbalik ke arah Mark yg baru turun juga dari kuda.
"Kau ikutlah
dengan Grand, dia akan memberikan upah padamu. Katakan jumlahnya, biar Grand yg
urus" ucapnya, melirik Grand. Grand mengangguk. Baru saja Donna hendak
pergi,
“Tuan Putri, mungkin
kau salah mengerti. Tapi aku menolongmu bukan untuk meminta uangmu”
"Terserah kau,
tapi yang pasti aku tak mau punya hutang padamu" Jawab Donna yang agak
terkejut dengan penolakan itu.
"Hamba pulang
dulu yang mulia, senang bertemu denganmu"
"Terserah kau
Mark! Terserah!! Aku tak perduli denganmu!!" Donna berteriak jengkel,
namun Mark tak menoleh sedikitpun. Donna melengos ke arah Grand.
"Grand, panggil
Cherry.. Suruh dia siapkan kereta untukku. Kami akan bepergian. Jangan tanya
kemana. Lakukan saja apa kataku" perintahnya.
Walaupun agak
bingung, namun Grand melaksanakan saja. Sedangkan Donna segera bergegas ke
ruangan sang Raja. Menengok keadaan sang ayah.
Sang Raja nampak
amat lemas, pucat, dan tak berdaya. Sungguh perih bagi Donna melihatnya.
Apalagi mengingat bahwa dialah penyebabnya. Airmata pun tak terbendung lagi,
dia menangis disamping ayahnya yang lemah. "Maafkan aku Ayahanda"
ucapnya sambil terisak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar