In my shoe
Perjalanan hidup seseorang tidak ada yang sederhana.
Mulai dari lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa dan akhirnya
tua.
Semenjak lahir, sebuah sepatu mungil dan tipis dihadiahkan
kepadaku untuk membungkus kakiku yang juga masih sangat kecil. Saat itu aku
belum bisa berjalan, hanya bisa bisa digendong-gendong ke tempat yang bahkan
aku tidak tahu apa namanya. Jadi untuk apa aku punya sepatu saat itu kalau
kakiku saja belum dapat ku gunakan? Tapi sepatu itu menghangatkan kaki ku. Dan itulah
perjalanan yang kurasakan ketika bayi. Hangat dan nyaman.
Saat mulai dapat berjalan, aku diberikan sebuah sepatu yang
lebih tebal dan lebih besar. Tak hanya itu, sepatu ini sangat indah, dengan
pita dan renda menghiasi sekelilingnya. Tak kala aku tersandung, namun karena
sepatu itu kaki ku tidak terluka. Sepatu itu menjadi saksi sejarah langkah pertama ku dalam hidup ini. Mungkin juga menjadi pembimbing ku memulai lari-lari
kecil dan lompatan-lompatan rendah dalam hidupku.
Memasuki sekolah, aku hanya boleh memakai sepatu berwarna
hitam. Disaat itu aku memahami bahwa hidup ini punya peraturan yang harus
ditaati. Aku memilih sepatu hitam bercorak putih, kadang-kadang merah. Ya,
sesekali aku memang melanggar peraturan yang diberikan.
Di masa remaja ku, aku sering melihat ibu mengenakan sepatu
bertumit tinggi, sangat cantik. Penuh hiasan yang menyilaukan mata, terkadang
bermotif kulit yang solid dan kuat. Aku sungguh mengidam-idamkan memakai
sepatu-sepatu itu. Aku jatuh cinta. Jadi kukenakan sepatu milik ibu dan aku
menyadari bahwa sepatu itu kebesaran. Akupun meminta ibu membelikan satu untukku
yang sesuai dengan ukuran ku, katanya aku belum cukup umur. Saat itu, aku mengenal
yang namanya kecewa dan ditolak. Aku menangis dan merengek seharian, tetapi tak
ada hasilnya. Saat itu aku merasakan yang namanya kegagalan.
Disaat aku menginjak masa dewasa, aku sudah dapat membeli
sepatuku sendiri. Sepatu yang ku idamkan sedari dulu. Sepatu yang bertumit
tinggi, bermotif cantik, memiliki perhiasan disekitarnya. Untuk mendapatkan
sepatu itu aku harus menabung sekian lama. Saat itu aku belajar berjuang untuk
mendapatkan sesuatu yang kumimpikan. Akhirnya akupun mampu membeli sebuah sepatu
cantik dan cocok untuk kukenakan. Saat itu aku mengenal yang namanya pencapaian
dan kebahagiaan.
Suatu hari, di malam natal. Aku mengenakan sepatu itu ke sebuah
tempat yang paling indah yang pernah ku datangi. Lampu hias, dan pohon natal
menghiasi seluruh tempat. Semua orang tersenyum, termasuk aku. Perasaan bahagia
ku memuncak. Aku melompat kegirangan, namun aku tidak mendarat dengan mulus
sehingga sepatu itu rusak dan kakiku terkilir. Aku meringis kesakitan, melihat
kakiku yang memar dan sepatuku yang rusak. Pada hari itu aku diberi tahu, bahwa
dalam kehidupan tak ada rasa bahagia yang terlalu sempurna. Terkadang rasa
bahagia datang bersamaan dengan duka. Dan duka yang kurasakan melihat sepatu
pujaan ku rusak tertutupi oleh suasana natal yang indah saat itu. Pada saat itu
aku pun belajar merelakan kepergian impian-impian yang terdapat dalam hatiku.
Banyak pelajaran yang ku dapatkan selama perjalanan hidupku. Dan
sepatu-sepatu yang pernah tinggal dan pergi dari hidupku telah mengajarkan aku
banyak hal.
Ketika aku berpikir yang tidak baik tentang orang lain, atau
berprasangka buruk, aku akan membayangkan bagaimana rasanya berjalan diatas sepatu nya.
Mungkin aku sendiri akan mengambil jalan yang sama dengan orang itu. Karena tak
ada yang tahu bagaimana perjalanan yang telah seorang tempuh dengan sepatunya.
Xoxo
-Lensia Risa-
